Friday 3 July 2015

rindu ayah

ayah
karena kerapuhan kah??

hingga aku hanya bisa menangis pada puisi
karena terlalu pedihkah
hingga aku larut dalam dalam raksa hidup yang mengental menghitam
bukan genap atau ganjil
bukan..
bukan hitungan
dua dikurang satu sama dengan satu
bukan
ibu dikurang ayah sama dengan yatim
ayah pergi lalu ibu tinggal
ayah menuju keterpisahan
membuatkan batas yang tak mampu kutuju
kutuju untuk menemuimu sekedar mengaduhkan ibu
ibu yang semakin sendu
ibu yang selalu meyakinkanku
ibu adalah ketangguhan dalam kesendirian
menggiring hidupku
pada permulaan yang akan selalu mendekatkanku pada akhiran
akhiran kebahagian
atau aku celaka dan durhaka karena menghadiahi ibu
dengan sumber air mata tangis
lalu aku pergi kepada ayah
lalu aku pulang
lalu akau mengaduh lagi
ayah..
mengenang seperti apa lagi yang bisa menyusutkan rinduku
atau kulupakan saja
biar aku tak mengingatmu lagi
karena terlalu tinggi kuraih
kehadiranmu dalam anganku
yah...
ibu menangis lagi
ibu terisak lagi...
tapi bukan itu yang kusesali
karena kerapuhan sebabnya
karena pergulatan yang kering ini
karena kepedihan
karena pecahan kaca-kaca itu
kaca yang harus ditapaki
sementara telapak kaki belum begitu sembuh
ajari aku ayah
bagaimana membuat senyum ibu kembali
ini luka....
yang bercerita lalu entah
entah yang tak pernah dimengerti
oleh ku
dan oleh ku juga
berlalu bersama retak waktu
yang mengeping dan mengecil menjadi kenestapaan
lalu menitik pada keterpekuran
dan takkan pernah hilang
sekalipun telah melewati seribu malam-malam perenungan
pada bunga kamboja
yang masih kaku untuk kutaburkan
pada masa yang turut mengentakkan dalam kesadaran yang mengepung menjadi diam
selamat tinggal ayah
jika doaku sampai
cukup kirimkan aku senyuman
selamat tinggal ayah
esok jika aku bisa pulang
akan kujenguk makam mu
aku janji..
aku tidak akan menangis lagi

No comments:

Post a Comment