Wednesday 15 July 2015

sudah sekian tahun lebaran tak bersama ayah

Ini kali ke 7 saya berlebaran tanpa ayah tercinta. Sudah berusaha saya  tepis, tapi ternyata… ya, melankolislah yang menghujam sadis. Di tambah seorang teman saya  beberapa jam yang lalu menulis di status updatenya “lebaran telah tiba… aku merindukanmu, Ayah.
Deggg! ahhh, saya serupamu teman… aku juga memahamimu yang baru tahun ini berlebaran tanpa Ayah. Kita sama. hanya rentang waktu  yang bernama lama menjadi pembeda.
 Selamat hari raya idul fitri. meski terasa kurang komplit dan meriah.
Bicara soal komplit, ini adalah tahun ke 7 lebaran saya terasa tidak lengkap. ada yang hilang. Ayah saya yang “hilang”. 7 tahun lalu beliau meninggal. Tepat di hari 10 bulan puasa. Ah, semoga khusnul khotimah dan dilapangkan jalan beliau ya? :)
Pagi lebaran selalu menjadi moment yang membuat saya selalu ingat beliau. tapi ketika lebaran begini ada banyak hal yang membuat saya mengingat beliau. Salah satu yang selalu saya perhatikan di pagi lebaran adalah saat takbir berkumandang dan udara sejuk menyeruak masuk ke dalam rumah. Sebelum sholat kami biasa sarapan terlebih dulu. Ayah dengan sepiring lontong opor dan sekerat daging ayam, dan makan dengan lahap sebelum sholat. 7 tahun ini pemandangan seperti itu tidak pernah saya lihat.
Apakah saya sedih? tentu saja. Tapi tidak sesedih yang anda kira. Lama-lama saya terbiasa, walau sangat rindu namun sedih dan hampa. Betapa tidak kini saya dan keluarga tak bisa lagi bersimpuh di kaki ayah untuk memohon maaf pada hari lebaran sebagaimana biasa dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya. Itulah momen yang paling terindah saat lebaran ketika ayah masih bersama keluarga.

Aku sangat merindukan seorang ayah yang telah membimbingku sehingga saya dapat bertahan hidup hingga hari ini, Betapa rindu pada sosok seorang ayah yang begitu giat dalam mendidik semua anak-anaknya, Kegigihannya dalam mencari nafkah untuk dapat membesarkan ke 4 anaknya tanpa pernah mengeluh, walau keadaan sering sakit-sakitan tetap sabar dan semangat dalam memenuhi kewajibannya.

Tuhan sudah mengatur semuanya, dan skenario hidup yang kami alami adalah seperti itu. Allahu Akbar, Allah masih memberi kesempatan kepada saya untuk berhari raya bersam- sama
Tentu saya tidak perlu larut dalam kesedihan. Dunia ini fana. Kehidupan ini ada saat datang dan saatnya pergi. Mungkin inilah suratan takdir yang harus dijalani setiap manusia.

Sekarang hanya doa yang bisa saya panjatkan kepada mereka. Ya Allah, ampunilah dosa-dosa ayah, lapangkanlah kuburnyadi alam barzah, dan masukkanlah  ke dalam syurga-Mu. Amiin.

No comments:

Post a Comment